Facebook

header ads

Teori Hukum Pembangunan (Mochtar Kusumaatmadja)

 

Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M
(17 Februari 1929 - 6 Juni 2021)
Guru Besar dan Dekan Fakultas Hukum UNPAD - Bandung
Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan II (1973 - 1978)
Menteri Luar Negeri Kabinet Pembangunan III & IV (1978 -1988)

Mochtar Kusumaatmadja ketika sebagai Menteri Kehakiman, memperkenalkan teori hukum pembangunan ketika sebagai pembicara dalam Seminar Hukum Nasional tahun 1973. Teori hukum pembangunan telah dimasukkan sebagai materi hukum dalam pelita tahun 1970-1975[1]. Mochtar Kusumaatmadja memandang tentang fungsi hukum dan peranan hukum dalam pembangunan nasional, kemudian dikenal sebagai teori hukum pembangunan, diletakkan diatas premis yang merupakan inti ajaran atau prinsip sebagai berikut.[2]

  1. Semua masyarakat yang sedang membangun selalu dicirikan oleh perubahan, dan hukum berfungsi agar dapat menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur. Perubahan yang teratur dapat dibantu oleh perundang-undangan atau keputusan pengadilan atau kombinasi keduanya. Mochtar Kusumaatmadja menolak perubahan yang tidak teratur dengan menggunakan kekerasan semata.
  2. Baik perubahan maupun ketertiban atau keteraturan merupakan tujuan awal dari masyarakat yang sedang membangun, maka hukum menjadi suatu sarana yang tidak dapat diabaikan dalam proses pembangunan.
  3. Fungsi hukum dalam masyarakat adalah mempertahankan ketertiban melalui kepastian hukum dan juga hukum sebagai norma sosial harus dapat mengatur (membantu) proses perubahan dalam masyarakat.
  4. Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat itu.
  5. Implementasi fungsi hukum tersebut diatas hanya dapat diwujudkan jika hukum di jalankan oleh suatu kekuasaan, akan tetapi kekuasaan itu sendiri harus berjalan dalam batas rambu-rambu yang ditentukan dalam hukum itu.

Kelima Teori Hukum Pembangunan tersebut mencerminkan suatu pemikiran tentang hukum, sebagai berikut:

  1. Hukum hidup dan berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat, berbeda dengan pemikiran Carl Von Savigny bahwa hukum selalu tertinggal dari perkembangan masyarakat. Perkembangan hukum dimaksud sejalan dengan pandangan aliran Sociological Jurisprudence, yaitu satu satunya cermin perkembangan masyarakat hanya terdapat dalam putusan pengadilan dengan asumsi bahwa putusan pengadilan selalu mengandung nilai-nilai kebenaran yang diakui masyarakat, di mana hukum itu hidup dan berkembang.
  2. Mochtar Kusumaatmadja menambahkan, karena alasan historis sistem hukum Indonesia, bahwa perkembangan hukum yang sejalan dengan perkembangan masyarakat, juga dapat diciptakan melalui pembentukan perundang-undangan, tidak hanya putusan pengadilan. Masalah krusial dalam sistem hukum Indonesia yang mengutamakan perundang-undangan sebagai sumber hukum daripada yurisprudensi, adalah setiap undang-undang merupakan produk politik yang tidak terlepas dari kepentingan pengaruh kekuasaan. Atas dasar alasan tersebut maka John Rawls, menengahi perbedaan sisi pandang ini dengan menegaskan bahwa keadilan yang diciptakan oleh hukum itu harus dilandaskan pada nilai-nilai yang fair. Konsep keadilan (hukum) dari John Rawls dilatarbelakangi oleh paham Liberalisme yang memandang bahwa hukum hanya dapat dipahami jika keadilan itu merupakan konsep politik. Keadilan sebagai konsep politik hanya dapat dibenarkan dengan nilai nilai politik atau political values dan bukan dilihat dari doktrin moral, agama, dan filosofi.
  3. Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan hukum sebagai sarana dalam pembangunan bukan alat atau tools agar pembangunan dapat dilaksanakan dengan tertib dan teratur, hukum sedemikian itu hanya dapat berfungsi jika hukum itu sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat dan merupakan pencerminan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Pandangan tersebut dalam kenyataan tidak selalu demikian karena berbagai kepentingan partai politik di DPR RI masih sangat kuat dibandingkan aspirasi dan kepentingan masyarakat luas. Atas dasar kenyataan itu, maka hukum dalam memfungsikan hukum sebagai sarana pembangunan (Pembaruan Masyarakat).
  4. Kepastian hukum tidak boleh dipertentangkan dengan keadilan dan keadilan tidak boleh hanya ditetapkan sesuai dengan kehendak pemegang kekuasaan, melainkan harus sesuai dengan nilai-nilai (baik) yang berkembang dalam masyarakat. Teori hukum pembangunan menurut Mochtar Kusumaatmadja tidak meninggalkan sepenuhnya pandangan/aliran analitycal jurispridence bahkan telah merangkul analitycal jurisprudence aliran sociological jurisprudence dan aliran pragmatic legal realism. Bertolak dari ketiga aliran hukum tersebut, penerapan teori hukum pembangunan dalam praktik hanya dapat dilakukan melalui cara pembentukan undang-undang atau melalui keputusan pengadilan atau kedua-duanya.


[1] Romli Atmasasmita, 2012, Teori Hukum Integratif, Genta Publishing, Yogyakarta, hlm. 59.

[2] Ibid


Post a Comment

0 Comments